PPN 10 Persen Gula Petani Lahirkan Gejolak Sosial Yang Baru


Muslim Bersatu - Menteri Keuangan Sri Mulyani harus mengevaluasi penerapan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN tebu selama musim giling 2017. Kalangan petani di hampir semua sentra tebu menolak apabila PPN diterapkan pada gula petani.

Pemerintah jangan gegabah, mengklaim penerapan pajak 10 persen untuk para petani tebu akan menguntungkan para petani dengan alasan akan lebih efisien. Lebih baik pemerintah memperbaiki dahulu sistem pergulaan nasional, dimulai memperkuat sistem hulunya," kata Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasluddin, lewat keterangan tertulis kepada wartawan.

Akmal menjelaskan, sudah lama para petani tebu mencoba memperbaiki kualitas meningkatkan produktivitas tanaman tebu. Namun, hingga saat ini, rendemen tebu belum beranjak dari angka 8 persen. Produktivitas tanaman tebu secara rata-rata nasional di bawah 80 ton per hektar. Padahal, petani tebu akan memiliki nilai ekonomi yang layak bila produksi tebunya memiliki rendeman lebih atau sama dengan 10 persen, dengan produktivitas 100 ton per hektar.

Anggota Badan Anggaran DPR ini mengatakan, penerapan PPN yang dibebankan oleh pemerintah akan lebih mudah mencapai tujuan sebagai komponen penerimaan negara bila objek pajaknya telah kuat. Bila petani sebagai obyek pajak masih lemah, dengan segala keterbatasannya seperti modal kerja, sarana produksi pertanian, efisiensi pabrik yang masih buruk dan sistem tebang angkut menuju pabrik yang banyak kendala, maka PPN bukan solusi penerimaan negara.

"Yang terjadi malah gejolak sosial baru. Bahkan target swasembada gula menjadi terancam. Isu PPN gula petani ini telah merusak harga sehingga harga gula petani tidak sesuai harapan, bahkan di bawah Rp 10.000 per kg. Padahal, saat ini petani seharusnya mendapatkan hasil yang ditunggu-tunggu karena musim giling telah tiba," ujar Akmal.

Ketua Kelompok Fraksi PKS di Komisi IV DPR ini meminta pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian, memperjuangkan cluster ekonomi pada ratas (rapat terbatas) perekonomian yang biasanya dipimpin kementerian koordinator perekonomian. Agar pemerintah memperkuat dahulu sistem hulu hingga hilir pergulaan nasional. Penguatan modal usaha, pembibitan varietas unggul, saprotan hingga peremajaan pabrik gula yang baik efisiensinya dapat direalisasikan terlebih dahulu sebelum mengejar pendapatan negara dari sektor pergulaan di tingkat petani.

Meski petani yang mendapat kerugian akibat usaha menanam tebu atau hasil pendapatan tebunya di bawah Rp 54 juta per tahun bebas PPN, tetap saja secara psikologis akan berdampak pada semangat petani dalam proses-proses usaha produksi tebu.

"Saya berharap, pemerintah mengkaji lebih lanjut PPN pada gula petani ini. Jika petani sudah sejahtera silakan terapkan pajaknya. Lebih baik swasembada dahulu baru berpikir pajak," pungkas Andi Akmal.[rml]

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Buka komentar
Tutup komentar

Belum ada Komentar untuk "PPN 10 Persen Gula Petani Lahirkan Gejolak Sosial Yang Baru"

Posting Komentar

Subcribe

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel